Mengapa Anak Tantrum dan Bagaimana Mengelolanya dengan Empati

Di suatu sore, anak saya tiba-tiba menangis keras hanya karena sendok makannya berwarna biru, bukan merah seperti biasanya. Bagi kita, mungkin terlihat sepele. Tapi bagi anak, hal kecil bisa menjadi pemicu ledakan emosi. Situasi ini disebut tantrum, dan jujur saja—menghadapi tantrum bukan hal mudah.
Yuk, kita pelajari bersama apa yang terjadi dalam diri anak saat mereka mengalami ledakan emosi, dan bagaimana kita bisa mendampingi mereka dengan cara yang lebih penuh pengertian.
Apa yang Terjadi Saat Anak Tantrum?
Bayangkan ada banyak emosi di dalam botol yang terus dikocok. Anak-anak belum tahu cara membuka tutup botol itu secara perlahan. Maka, saat tekanan memuncak, yang keluar adalah ledakan: menangis, menjerit, melempar barang, atau menggulingkan badan di lantai.
Tantrum bukan semata-mata perilaku “nakal” atau “manja”. Ini adalah cara anak menyalurkan stres, frustrasi, atau ketidaknyamanan—karena mereka belum punya kosa kata emosi yang cukup. Otak bagian depan mereka, yang berfungsi untuk mengontrol emosi, belum berkembang sepenuhnya.
Jadi, tantrum bukan musuh. Ia adalah sinyal.
Faktor Pemicu Tantrum: Lebih dari Sekadar “Nggak Dibelikan Mainan”
Sebagai orang tua, kadang kita menyangka anak tantrum karena tidak dituruti. Padahal, banyak hal yang jadi pemicu:
- Rasa lapar atau lelah yang sering kita abaikan
- Perubahan rutinitas yang tidak dijelaskan pada anak
- Stimulasi berlebihan, seperti suara bising atau tempat ramai
- Rasa ingin mandiri, tapi belum mampu melakukannya sendiri
Pernahkah Anda melihat anak marah karena ingin memakai kaos kaki sendiri, tapi kesulitan? Bukannya mereka ngambek melainkan proses belajar meenjadi individu.
Tanda-Tanda Tantrum Akan Muncul
Kalau kita jeli, sebenarnya ada “kode-kode” sebelum anak benar-benar meledak:
- Wajah mulai cemberut
- Nada bicara meninggi
- Menolak komunikasi atau enggan disentuh
- Mengulang permintaan secara paksa
Saat tanda-tanda ini muncul, kita bisa coba tenangkan suasana. Mengantisipasi lebih baik daripada memadamkan.
Cara Menghadapi Tantrum: 5 Langkah Empatik
Daripada terburu-buru menghentikan tantrum, yuk kita mulai dari memahami perasaan anak. Berikut langkah-langkah yang bisa Anda coba:
1. Ambil Jeda, Bukan Menyerah
Jika kita merasa mulai kesal, coba tarik napas dalam. Diam sejenak. Kita tak harus bereaksi langsung. Kadang diam sebentar justru memberi ruang berpikir.
2. Berikan Respons, Bukan Reaksi
Alih-alih berkata, “Udah, diam!”, kita bisa bilang:
“Mama tahu kamu kesal. Susah, ya, waktu kamu nggak bisa pasang sepatu sendiri?”
Kalimat ini menunjukkan bahwa kita hadir dan memahami. Anak lebih mudah menenangkan diri jika merasa diterima.
3. Jangan Takut Memeluk, Tapi Jangan Paksa
Beberapa anak merasa tenang jika dipeluk. Tapi jika anak menolak, cukup duduk dekatnya. Kita memberi pesan: “Aku tetap di sini untukmu.”
4. Tunggu hingga Reda, Baru Ajak Bicara
Saat anak sedang tantrum, logika sedang “mati”. Ajak bicara setelah mereka lebih tenang.
5. Gunakan Pengalaman Itu untuk Belajar
Setelah semuanya tenang, kita bisa tanya dengan lembut:
“Tadi kamu marah, ya? Gimana rasanya waktu itu?”
Ini kesempatan bagus untuk menambah kosa kata emosi, misalnya: “sedih”, “kecewa”, “bingung”.
Aktivitas Ringan untuk Latihan Regulasi Emosi
Tak harus rumit. Berikut beberapa aktivitas sederhana yang bisa dilakukan bersama anak di rumah:
- Buku Emosi Buatan Sendiri: Gunakan gambar wajah sedih, marah, senang. Ajak anak pilih yang sesuai dengan perasaannya.
- Main pasir atau air: Aktivitas sensorik membantu menenangkan sistem saraf anak.
- Latihan tarik napas dengan boneka: Letakkan boneka di perut anak, ajak tarik napas dan lihat bonekanya “naik turun”.
Menarik, ya? Aktivitas seperti ini ternyata bisa menjadi momen bonding yang menyenangkan.
Refleksi: Bagaimana Kita Menyikapi Tantrum?
Kadang, kita ingin semua serba tenang dan terkendali. Tapi anak-anak sedang belajar hidup. Mereka belum tahu cara merapikan perasaan. Di sinilah peran kita, bukan sebagai “pemadam api”, tapi sebagai pendamping pertumbuhan emosi.
Pernahkah Anda merasa tidak tahu harus berbuat apa saat anak tantrum? Anda tidak sendirian. Tapi kita bisa terus belajar, dari satu momen ke momen lainnya.
Tantrum Adalah Pintu Masuk untuk Mengajarkan Empati
Menghadapi tantrum memang menguji kesabaran. Tapi ketika kita bisa mengelola situasinya dengan empati, hubungan kita dengan anak pun menjadi lebih dalam. Mereka belajar bahwa perasaan boleh muncul, dan ada orang dewasa yang siap mendampingi.
Yuk, mulai coba langkah-langkah ini di rumah. Lalu, ceritakan pengalaman Anda di kolom komentar—bagaimana reaksi si kecil saat Anda mengubah pendekatan?
Jangan lupa bagikan artikel ini ke teman atau saudara yang mungkin sedang bergumul dengan hal serupa. Kita saling menguatkan, ya.