Dongeng Kelinci Putih dan Bintang yang Jatuh

Suatu malam yang cerah di Hutan Rimbun, seekor kelinci putih kecil bernama Lala duduk sendirian di atas batu besar. Bulu Lala seputih kapas, matanya bulat dan bening, penuh rasa ingin tahu. Malam itu, langit begitu indah. Bintang-bintang bersinar seperti lampu-lampu kecil yang menggantung di langit.
Lala mengangguk pelan. Ia suka menatap bintang. Tapi malam itu, ada satu bintang yang terlihat berbeda. Ia lebih besar, lebih terang, dan… jatuh!
“Waaah! Bintang jatuh!” seru Lala. “Apa aku boleh membuat permintaan?”

Lala menutup matanya rapat-rapat, lalu berdoa dalam hati, “Andai saja aku punya sahabat yang bisa membawaku terbang tinggi, menjelajahi dunia dan keajaibannya bersamaku.”
Tak lama setelah itu, terdengar suara “srrsshh…” seperti sesuatu jatuh di semak-semak. Lala berlari mendekat. Di sana, ia menemukan cahaya kecil yang berkilau.
“Apa itu?” Lala bertanya pelan.
Tiba-tiba, kilau cahaya itu berputar lembut, lalu perlahan membentuk sosok mungil bersayap gemerlap—seperti peri dari negeri mimpi yang turun diam-diam ke bumi.

“Halo, aku Luno! Aku peri bintang,” ucapnya sambil tersenyum.
Lala terbelalak. “Beneran? Aku baru saja berharap punya teman yang bisa terbang!”
Luno tertawa. “Dan aku baru saja jatuh ke bumi. Mungkin kita ditakdirkan bertemu.”
Petualangan Lala dan Luno
Sejak malam itu, Lala dan Luno menjadi sahabat. Setiap malam, mereka menjelajah langit. Luno akan membawa Lala terbang di punggungnya, melintasi awan, melihat danau dari atas, menyentuh pelangi yang tertinggal dari pagi.
Namun, Lala mulai bertanya-tanya, “Kenapa kamu jatuh dari langit, Luno?”
Luno menatap langit. “Aku terlalu penasaran. Aku ingin tahu bagaimana rasanya berada di bumi. Tapi sekarang aku tidak tahu cara kembali.”
Lala terdiam. Ia senang punya teman, tapi ia juga tahu… Luno pasti rindu pulang.
Belajar Melepaskan
Suatu malam, Lala dan Luno bertemu dengan Burung Hantu Tua yang bijak.
“Burung Hantu,” kata Lala, “Apakah ada cara untuk mengembalikan peri bintang ke langit?”
Burung Hantu mengangguk pelan. “Ada. Tapi itu berarti kalian harus berpisah. Luno harus naik ke Bukit Pelangi saat bulan purnama dan melompat ke dalam Cahaya Pulang.”
Lala merasa sedih. Tapi ia tahu, kadang cinta itu juga berarti membiarkan yang kita sayang pulang ke tempatnya.
Saatnya Berpisah
Malam bulan purnama pun tiba. Lala dan Luno naik ke Bukit Pelangi. Angin berhembus lembut. Jauh di angkasa, sebuah cahaya agung memancar dari bintang tercerah, seperti pelukan hangat dari langit yang memanggil pulang.
“Terima kasih, Lala,” ucap Luno. “Karena kamu, aku tahu bumi itu indah. Tapi aku harus pulang.”
Lala tersenyum walau matanya berkaca-kaca. “Aku juga berterima kasih, Luno. Karena kamu, aku tahu arti persahabatan dan keberanian.”
Luno mengepakkan sayapnya dan melompat ke cahaya. Dalam sekejap, ia berubah menjadi bintang yang bersinar hangat.
Pelajaran dari Langit
Sejak malam itu, Lala tak lagi sendirian. Ia tahu, Luno selalu melihatnya dari atas. Setiap kali ia melihat bintang paling terang, Lala tersenyum dan berbisik, “Selamat malam, Luno.”
Dan Lala pun belajar, bahwa sahabat sejati tidak selalu harus ada di samping kita. Kadang, mereka tinggal di hati dan langit malam yang penuh kenangan.
Pesan Moral:
Persahabatan sejati mengajarkan kita tentang menerima, memberi, dan melepaskan. Ketika kita menyayangi seseorang, kita juga belajar berbesar hati untuk membiarkan mereka kembali ke tempat yang seharusnya — walaupun itu berarti kita harus berpisah.